Rasio Keuangan
atau Financial Ratio merupakan alat analisis keuangan
perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data
keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas). Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical
relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.
Analisis
rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk membuat
keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan prospek pada masa
datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi,
yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan
tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan
keuangan.
Analisis
rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang telah ada sebagai dasar
penilaiannya. Meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu, analisis
rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai risiko dan peluang pada masa yang akan
datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan keuangan
yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang berarti
dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Tetapi bila hanya
memperhatikan satu alat rasio saja tidaklah cukup, sehingga harus dilakukan
pula analisis persaingan-persaingan yang sedang dihadapi oleh manajemen
perusahaan dalam industri yang lebih luas, dan dikombinasikan dengan analisis
kualitatif atas bisnis dan industri manufaktur, analisis kualitatif, serta
penelitian-penelitian industri.
Jenis-jenis
Rasio Keuangan
Secara umum
rasio keuangan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Rasio Profitabilitas/ Rentabilitas. Rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Rasio ini
antara lain: GPM (Gross Profit Margin), OPM(Operating Profit Margin),
NPM (Net Profit Margin), ROA (Return to Total Asset), ROE (Return
On Equity).
2. Rasio Likuiditas. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam menjamin kewajiban-kewajiban lancarnya. Rasio ini antara lain Rasio Kas (cash
ratio), Rasio Cepat (quick ratio), Rasio Lancar (current ratio)
3. Rasio Pengungkit/ Leverage/ Solvabilitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur
tingkat pengelolaan sumber dana perusahaan. Beberapa rasio ini antara lain
Rasio Total Hutang terhadap Modal sendiri, Total Hutang terhadap Total Asset,
TIE Time Interest Earned.
4. Rasio Aktivitas. Rasio yang menggambarkan aktivitas
yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan
penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya. ada dua penilaian rasio aktivitas
yaitu:
a. Rasio Nilai
Pasar. Rasio yang
mengukur harga pasar relatif terhadap Nilai
Buku perusahaan.
Rasio ini antara lain: PER (Price Earning Ratio), Devidend Yield,
Devidend Payout Ratio, PBV (Price to Book Value)
b. Rasio Efesiensi/ Perputaran. Rasio perputaran digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
mengelola asset-assetnya sehingga memberikan aliran kas masuk bagi perusahaan.
Rasio ini antara lain Rasio Perputaran Persediaan, Perputaran Aktiva Tetap, dan Total Asset Turnover.
1. Rasio Profitabilitas
a. GPM (Gross Profit Margin)
Gross Profit Margin atau
Marjin Laba Kotor adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk menghitung
persentase kelebihan laba kotor terhadap pendapatan penjualan. Laba Kotor
ini mengungkapkan seberapa besar laba yang diperoleh perusahaan dengan
mempertimbangkan biaya yang ditimbulkan untuk memproduksi produk atau jasanya.
Marjin Laba Kotor ini sering disebut juga dengan Gross Margin Ratio (Rasio
Marjin Kotor).
Rumus: 
b. OPM(Operating Profit Margin)
Operating Profit
Margin berfungsi untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Operating
profit margin mengukur persentase dari profit yang diperoleh perusahaan
dari tiap penjualan sebelum dikurangi dengan biaya variabel produksi seperti
upah, bahan baku, biaya bunga, pajak dll.
Rumus: 
c. NPM (Net Profit Margin)
Net Profit Margin atau Marjin Laba Bersih
adalah rasio profitabilitas yang menghitung persentase kelebihan laba bersih
setelah pajak terhadap pendapatan penjualan. Marjin Laba Bersih ini
disebut juga dengan Profit Margin Ratio (Rasio Marjin Laba)
Rumus: 
d. ROA (Return to Total Asset)
Rasio ini disebut juga rentabilitas ekonomis, merupakan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan
pajak atau EBIT (Sutrisno, 2001:254). Rasio ini mengukur tingkat keuntungan
(EBIT) dari aktiva yang digunakan. Semakin besar rasionya semakin baik
(Sutrisno, 2001:254)
Rumus: 
e. ROE (Return On Equity)
Return on Equity Ratio
atau Rasio Pengembalian Ekuitas yang biasanya disingkat dengan ROE adalah rasio
profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari
investasi pemegang saham di perusahaan tersebut. ROE dinyatakan dalam
persentase (%)
Rumus: 
2. Rasio Likuiditas
a.
Rasio Kas (cash
ratio)
Rasio ini membandingkan antara kas dan
aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Kas yang
dimaksud adalah uang perusahaan yang disimpan di kantor dan di bank dalam
bentuk rekening Koran. Sedangkan harta setara kas (near cash) adalah harta
lancar yang dengan mudah dan cepat dapat diuangkan kembali, dapat dipengaruhi
oleh kondisi ekonomi Negara yang menjadi domisili perusahaan bersangkutan. Rasio
ini menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan dengan total aktiva
lancar. Semakin besar rasionya semakin baik. Sama seperti Quick Ratio, tidak
harus mencapai 100% (Harahap, 2002:302).
Rumus: 
b.
Rasio Cepat (quick
ratio)
Quick ratio disebut juga acid test
ratio, merupakan perimbangan antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan,
dengan jumlah hutang lancar. Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan
quick ratio karena persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling
kecil tingkat likuiditasnya. Quick ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva
lancar yang lebih likuid yaitu: kas, surat-surat berharga, dan piutang
dihubungkan dengan hutang lancar atau hutang jangka pendek (Martono, 2003:56).
Jika terjadi perbedaan yang sangat
besar antara quick ratio dengan current ratio, dimana current ratio meningkat
sedangkan quick ratio menurun, berarti terjadi investasi yang besar pada
persediaan.
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva
lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. Semakin besar rasio ini
semakin baik. Angka rasio ini tidak harus 100% atau 1:1. Walaupun rasionya
tidak mencapai 100% tapi mendekati 100% juga sudah dikatakan sehat (Harahap,
2002:302).
Rumus: 
c.
Rasio Lancar (current
ratio)
Rasio ini membandingkan aktiva lancar
dengan hutang lancar. Current Ratio memberikan informasi tentang kemampuan
aktiva lancar untuk menutup hutang lancar. Aktiva lancar meliputi kas, piutang
dagang, efek, persediaan, dan aktiva lainnya. Sedangkan hutang lancar meliputi
hutang dagang, hutang wesel, hutang bank, hutang gaji, dan hutang lainnya yang
segera harus dibayar (Sutrisno, 2001:247).
Semakin besar perbandingan aktiva
lancar dengan hutang lancar, semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban
jangka pendeknya. Apabila rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva
lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Jadi dikatakan sehat jika rasionya
berada di atas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh di atas
jumlah hutang lancar (Harahap, 2002:301)
Rumus: 
3. Rasio Pengungkit/ Leverage/ Solvabilitas
a.
Rasio Total
Hutang terhadap Modal sendiri
Rasio hutang dengan modal sendiri
(debt to equity ratio) adalah imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan
dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin
sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan sebaiknya, besarnya hutang
tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi.
Semakin kecil rasio ini semakin baik. Maksudnya, semakin kecil porsi hutang
terhadap modal, semakin aman.
Rumus: 
b.
Total Hutang
terhadap Total Asset
Rasio yang biasa disebut dengan rasio
hutang (debt ratio) ini mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari
hutang. Hutang yang dimaksud adalah semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan
baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditor lebih
menyukai debt ratio yang rendah sebab tingkat keamanan dananya menjadi semakin
baik (Sutrisno, 2001:249).
Rasio ini menunjukkan sejauh mana
hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Semakin kecil rasionya semakin aman
(solvable). Porsi hutang terhadap aktiva harus lebih kecil (Harahap, 2002:304).
Rumus: 
c.
TIE (Time Interest Earned)
Rasio ini digunakan untuk mengukur
besar jaminan keuntungan yang digunakan untuk membayar bunga hutang jangka
panjang.
Rumus: 
4. Rasio Aktivitas
a.
Rasio Nilai Pasar
·
PER (Price
Earning Ratio)
Price To
Earning Ratio, atau disingkat P/E Ratio adalah alat utama penghitungan harga
saham suatu perusahaan dibandingkan dengan pendapatan perusahaan.
Rumus: 
Hasil Ini
mengindikasikan berapa besar investor bersedia membayar setiap rupiah atas
pendapatan perusahaan tersebut. Pada umumnya, investor lebih senang memilih
saham dengan P/E Ratio rendah. Semakin rendah P/E Ratio suatu saham, semakin
murah saham saham tersebut sehubungan dengan pendapatan perusahaan.
·
Devidend Yield
Dividend yield adalah
suatu cara untuk menentukan seberapa besar suatu perusahaan dalam membagikan
dividend kepada pemilik saham dilihat dari harga sahamnya yang sekarang.
Dividend yield ditampilkan dalam bentuk persentase dan dihitung melalui jumlah
dividen yang dibayarkan pada setiap lembar saham dalam setahun penuh yang kemudian
dibagi dengan harga sahamnya saat ini. Jumlah pembagian antara dividen per
lembar saham dalam setahun dengan harga saham per lembarnya kemudian dijadikan
persen untuk mempermudah dalam melihat rasio pembagian dividennya.
Rumus: 
·
Devidend
Payout Ratio
Dividend
Payout Ratio (DPR) atau Rasio Pembayaran
Dividen adalah rasio yang menunjukkan persentase setiap
keuntungan yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemegang saham dalam
bentuk uang tunai.
Jadi DPR menunjukkan besaran dividen yang dibagikan terhadap total
laba bersih perusahaan sekaligus menjadi sebuah parameter untuk mengukur
besaran dividen yang akan dibagikan ke pemegang saham
Definisi lain dari Dividend Payout Ratio menyebutkan bahwa DPR adalah
jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham dibandingkan dengan jumlah
total laba bersih perusahaan.
Rumus: 
·
PBV (Price to
Book Value)
Price to Book Value atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan
Rasio Harga terhadap Nilai Buku yang disingkat dengan PBV adalah rasio valuasi
investasi yang sering digunakan oleh investor untuk membandingkan nilai pasar
saham perusahaan dengan nilai bukunya. RAsio PBV ini menunjukan berapa
banyak pemegang saham yang membiayai aset bersih perusahaan.
Nilai Buku atau Book Value memberikan perkiraan nilai suatu
perusahaan apabila diharuskan untuk dilikuidasi. Nilai Buku ini adalah nilai
aset perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan atau Balance Sheet dan
dihitung dengan cara mengurangkan kewajiban perusahaan dari asetnya (Nilai Buku
= Aktiva – Kewajiban). Dengan kata lain, Rasio Price to Book Value ini dapat
menunjukan apa yang akan didapatkan oleh pemegang saham setelah
perusahaan terjual dengan semua hutangnya telah dilunasi. Rasio PBV yang rendah
merupakan tanda yang baik bagi perusahaan.
Rumus: 
b.
Rasio Efesiensi/
Perputaran
·
Rasio Perputaran Persediaan
Perputaran persediaan yang tinggi
menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam satu tahun. Hal ini
menandakan efektivitas manajemen persediaaan. Sebaliknya, jika perputaran
persediaan rendah menunjukkan pengendalian atas persediaan kurang efektif
(Hanafi dan Halim, 2000:80).
Rasio ini mengukur efektivitas
pengelolaan persediaan. Semakin tinggi tingkat perputarannya semakin efektif
pengelolaan persediaanya (Sutrisno, 2001:251).
Rumus: 
·
Perputaran Aktiva Tetap
Rasio ini mengukur sejauh mana
kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap yang
dimiliki perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektivitas
perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio ini berarti
semakin efektif proporsi aktiva tetap tersebut. Pada beberapa industri seperti
industri yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang tinggi, rasio ini cukup
penting diperhatikan. Sedangkan pada beberapa industri yang lain seperti
industri jasa yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang kecil, rasio ini
barangkali tidak begitu penting untuk diperhatikan (Hanafi dan Halim, 2000:81).
Rasio ini mengukur efektivitas
penggunaan aktiva tetap dalam mendapatkan penghasilan. Semakin tinggi tingkat
perputarannya semakin efektif penggunaan aktiva tetapnya (Sutrisno, 2001:253).
Rumus: 
·
Total Asset Turnover
Rasio yang terakhir untuk komponen
rasio aktivitas adalah rasio perputaran total aktiva. Sama seperti halnya rasio
perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total
aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya
rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya,
dan pengeluaran investasi atau modalnya (Hanafi dan Halim, 2000:81).
Rasio ini merupakan ukuran efektivitas
pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Semakin tinggi tingkat
perputarannya semakin efektif perusahaan memanfaatkan aktivanya (Sutrisno,
2001:253).
Rumus: 
Sumber: